Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam mengadopsi Standar Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) Wanggar adalah kurangnya pemahaman mengenai standar tersebut. Menurut Dr. Rudy Setiawan, seorang pakar akuntansi pemerintah, “Banyak pemerintah daerah yang masih kesulitan dalam mengimplementasikan SAPD Wanggar karena kurangnya sosialisasi dan pelatihan yang memadai.”
Tantangan lainnya adalah keterbatasan sumber daya manusia yang memahami konsep dan prinsip SAPD Wanggar. Hal ini dapat menghambat proses pengadopsian standar tersebut di lingkungan pemerintah daerah. Dalam sebuah wawancara dengan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), disebutkan bahwa “Pemerintah daerah perlu meningkatkan kapasitas SDM mereka agar mampu mengimplementasikan SAPD Wanggar dengan baik.”
Namun, meskipun ada berbagai tantangan dalam mengadopsi SAPD Wanggar, terdapat pula solusi yang dapat diterapkan. Salah satunya adalah dengan melakukan pelatihan dan sosialisasi secara intensif kepada para pegawai pemerintah daerah. Menurut Fathur Rahman, seorang praktisi akuntansi sektor publik, “Pemerintah daerah perlu menggelar workshop dan pelatihan secara berkala agar pegawai mereka dapat memahami dan mengimplementasikan SAPD Wanggar dengan baik.”
Selain itu, kerja sama antara pemerintah daerah, BPKP, dan pihak terkait lainnya juga merupakan solusi yang efektif dalam mengatasi tantangan dalam mengadopsi SAPD Wanggar. Dengan adanya kolaborasi yang baik, pemerintah daerah dapat memperoleh bimbingan dan dukungan yang diperlukan dalam menerapkan standar akuntansi tersebut.
Dengan kesadaran akan tantangan dan solusi dalam mengadopsi SAPD Wanggar, diharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan publik mereka. Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, “Penerapan SAPD Wanggar adalah langkah penting dalam upaya meningkatkan tata kelola keuangan pemerintah daerah yang baik dan bersih.”